Sunday, July 24, 2016

Libatkan Oknum TNI, Perusahaan Sawit Mengancam Masyarakat Adat Muting

Oleh Abeth You.

Patok adat di Kampung Muting – awasmiffe.org.
Jayapura,  – Pada 16 Juli 2016 aparat Koramil TNI AD di Muting mencari dan mendatangi rumah Agustinus Dayo Mahuze, Ketua Marga Mahuze Besar di Kampung Muting, Distrik Muting, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua untuk mengundang Agustinus Dayo Mahuze bertemu dengan pimpinan perusahaan kelapa sawit PT. Agriprima Cipta Persada (ACP) di lokasi perkebunan dan menyerahkan Surat Ketua Primer Koperasi Kartika Setya Jaya, Kodim 1707/Merauke, Nomor. 8/16/VII/2016, tanggal 11 Juli 2016, tentang Pemberitahuan Izin Pelaksanaan Pekerjaan Borongan Pembukaan Lahan Sawit GRTT PT. ACP.
 
Direktur Yayasan Pusaka, Y. L. Franky mengatakan, aparat Koramil TNI-AD yang bertemu dengan Agustinus Dayo Mahuze di luar rumah atau di jalan menuju Kampung Mbilanggo, pada sore hari menyampaikan maksud kedatangan mereka tersebut.
“Agustinus Dayo merasa terancam, takut dan khawatir dengan adanya keinginan koperasi dan perusahaan PT. ACP yang disampaikan melalui aparat keamanan Koramil TNI AD. Kepentingan bisnis perusahaan PT. ACP dengan melibatkan aparat TNI maupun Polri dalam kegiatan perolehan hak atas lahan dan pembukaan lahan di Muting,” kata Y. L. Franky melalui rilis kepada Jubi, Jumat (22/07/2016).
Menurutnya, sudah seringkali terjadi dan diikuti dengan intimidasi dan ancaman kekerasan sehingga menimbulkan keresahan dan ketegangan antara masyarakat dengan perusahaan, pemerintah, aparat TNI dan Polri.
Hal mana ditunjukkan dari berkali-kali masyarakat mengirimkan surat pengaduan dan keresahan mereka yang ditujukan kepada pemerintah, institusi TNI dan Polri, dan Komisi Nasional HAM, sepanjang Januari hingga Juni 2015 lalu, namun tidak ada tanggapan berarti. Masyarakat telah menyampaikan sikapnya terhadap pemerintah dan perusahaan secara terbuka melalui papan pengumuman dilokasi tanah adat mereka bahwa “Tanah Adat Marga Mahuze Besar Tidak untuk Kelapa Sawit”. 

Pastor Anselmus Amo MSC, Direktur Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke menegaskan, masyarakat juga ingin menyelesaikan permasalahan ketelanjuran oknum anggota marga untuk mengembalikan uang tali asih yang dianggap sebagai ‘tanda jadi’ pengalihan hak atas tanah, yang diambil anggota marga tanpa persetujuan luas anggota marga Mahuze Besar. 

Dikatakan, keterlibatan aparatus keamanan TNI dan Polri dalam mengamankan kepentingan bisnis PT. ACP dan termasuk berperan mengusahakan proyek pembukaan lahan perusahaan yang masih bersengketa, serta menimbulkan rasa tidak aman dan keresahan warga maupun ketidakadilan, merupakan pelanggaran dan bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
“Selain itu, tindakan prajurit militer tersebut bertentangan dengan komitmen Panglima TNI terkait reformasi institusi TNI, salah satunya dengan menertibkan bisnis-bisnis militer,” katanya.

Karena itu, pihaknya menuntut kepada Menkopulhukam, Panglima TNI dan Kapolri agar segera menghentikan bisnis militer dalam mengamankan dan memperlancar bisnis korporasi dengan cara-cara melanggar hukum dan tidak berpihak pada masyarakat.
“Panglima TNI dan Kapolri memberikan sangsi tegas kepada anggota prajurit TNI dan Polri yang terlibat dalam bisnis non institusional tersebut dan menimbulkan rasa tidak aman warga,” paparnya. 

Menteri Pertanian dan Bupati, lanjutnya, untuk melakukan audit sosial dan lingkungan, serta melakukan review atas izin terhadap operasi kegiatan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Agriprima Cipta Persada di Muting, Merauke.
“Kami mendukung reformasi institusi TNI dan Polri dalam memberikan perlindungan dan pelayanan bagi rakyat, serta berharap semua pihak dapat menghormati hak-hak masyarakat adat Papua,” pungkas Pastor Amo. (tabloidjubi.com)

No comments: