Thursday, July 27, 2017

Kali ini Vanuatu Desak ACP-EU Dukung Resolusi West Papua

Octovianus Mote dari ULMWP (kanan) bersama delegasi Vanuatu di Pertemuan Regional Joint Parliamentary Assembly ke-14 ACP-EU di Port Vila, Vanuatu 19-21 Juli 2017 – gov.vu

Jayapura,– Vanuatu kembali menyerukan kepada negara-negara Africa, Caribbean, Pacific (ACP)  dan European Union (EU) untuk memberikan dukungan terhadap Resolusi atas hak penentuan nasib sendiri West Papua dan perhatian terhadap pelanggaran HAM di wilayah rumpun Melanesia ini.

Di dalam pernyataan publik pemerintah Vanuatu yang dirilis situs resminya, Jumat (21/7/2017), Vanuatu mengajak para anggota parlemen ACP EU angkat bicara dan tunjukkan keprihatinan serta dukungannya atas hak-hak rakyat Papua, termasuk hak menentukan nasib sendiri dan bergabung  dengan delapan negeri-negeri Kepulauan Pasifik lainnya demi keadilan dan penghormatan atas hak penentuan nasib sendiri itu.
Pertemuan regional ke-14 Majelis Gabungan Parlemen ACP-EU itu dilakukan di Port-Vila, Vanuatu sejak tanggal 19 Juli hingga 21 Juli lalu. Lebih dari 100 delegasi dari Uni Eropa dan negeri-negeri di Afrika, Karibia dan Pasifik dikabarkan hadir.

ACP-EU, menurut Vanuatu juga dapat meneruskan seruan dukungan tersebut ke badan-badan regional dan lintas pemerintahan global seperti Uni Afrika, CARICOM dan badan-badan regional dan sub-regional multilateral lainnya untuk membuat  resolusi atas West Papua dan pembatasan perdagangan dengan Indonesia.
“Sebagai negara-negara anggota PBB, negeri-negeri di dalam ACP-EU dapat ikut memberi tekanan pada PBB agar melakukan referendum kembali di West Papua di bawah pengawasan internasional, atau setidaknya mendaftarkan West Papua sebagai sebuah wilayah tak berpemerintahan sendiri,” tulis pemerintah di dalam pernyataan tersebut.

Vanuatu juga meminta agar ACP-EU mendukung satu suara atas pengajuan resolusi West Papua pada pertemuan gabungan parlemen ACP-EU  berikutnya bulan Oktober mendatang agar resolusi tersebut bisa diadopsi pada pertemuan Konsil Menteri-Menteri ACP di bulan November 2017.

Seruan Vanuatu tersebut juga ditujukan pada wakil parlemen masing-masing negara ACP-EU untuk mendorong pemerintahannya masing-masing menyuarakan isu West Papua di berbagia level multilateral.

Di dalam pernyataan tersebut Vanuatu mengangkat isu kejahatan terhadap kemanusiaan di West Papua yang memakan korban hingga ratusan ribu jiwa sejak aneksasi oleh Indonesia tahun 1963 dan memuncak di era kediktatoran Seeharto melalui berbagai operasi militer era 1970-an dan 1980-an.
“Otoritas negara Indonesia, para pemukim dari Indonesia dan perusahaan Indonesia pelan tapi pasti memegang kontrol atas semua aspek dan arena kehidupan orang Papua. 
Indonesia mengklaim telah membangun West Papua, tetapi lupa pada fakta bahwa pembangunan itu terutama hanya menguntungkan orang-orang Indonesia dan bukan orang Papua,” tulis pemerintah.

Sebelumnya kepada Loop Vanuatu (21/7), Marco Mahe anggota parlemen Vanuatu mewakili wilayah konstituen Santo, mengatakan negeri-negeri ACP telah lebih dulu mendukung  untuk mengangkat isu pelanggaran HAM di West Papua dalam pertemuan terpisah sebelum pembukaan pertemuan parlemen gabungan ACP-EU.

Dia katakan delegasi Vanuatu ada dua pertemuan pendahuluan sebelum acara pembukaan oleh Presiden Republik Vanuatu yang baru, Pastor Tallis Obed Moses.

Pertemuan pendahuluan ACP tersebut dipimpin oleh co-Presiden Majelis Gabungan Parlemen ACP-EU, Ibrahim R. Bundu. Turut hadir wakil West Papua, Octovianus Mote dari ULMWP.

Pertemuan gabungan parlemen EU-ACP ini memfokuskan pembicaraan pada isu perubahan iklim dan kemitraan Eropa dan Pasifik.

Isu West Papua tetap diangkat oleh Republik Vanuatu menyusul pernyataan senada oleh Pacific Islands Coalition for West Papua (PICWP) awal Mei lalu di hadapan Pertemuan Konsil Menteri-menteri 79 anggota ACP.

Waktu itu PICWP meminta ACP agar membuat resolusi akhir untuk menyatakan dukungan pada penentuan nasib sendiri West Papua di pertemuan Konsil November mendatang. (*)


Sumber : http://www.tabloidjubi.com

No comments: