Saturday, June 18, 2016

Hak OAP Untuk Berserikat Dan Berkumpul Dibatasi, Kata Pelapor Khusus PBB



Maina Kiai, pelapor khusus PBB untuk hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat - UN
Maina Kiai, pelapor khusus PBB untuk hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat – UN
Jayapura,  – Maina Kiai, pelapor khusus PBB untuk hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat menempatkan issu Papua dalam laporannya pada Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB di Genewa, Swiss, Jumat (17/6/2016).
Dalam sesi 32 Sidang Dewan HAM PBB, Kiai menyebutkan apa yang terjadi di Papua saat ini adalah satu fenomean yang terkait dengan fundmentalisme budaya dan nasionalisme. Ini menunjukkan adanya dominasi dari budaya tertentu, bahasa tertentu, bahkan tradisi tertentu yang merasa yakin lebih unggul daripada yang lain.
“Laporan saya mendokumentasikan fenomena ini di Cina yang membatasi hak berkumpul dan berserikat orang-orang Tibet dan Uighur; di Indonesia terhadap etnis Papua Barat; dan di tempat-tempat seperti India dan Mauritania terhadap individu yang dianggap kasta yang lebih rendah,” kata Kiai dalam laporannya di hadapan sidang tersebut.
Ia juga menyebutkan ada kenaikan yang signifikan dalam bentuk fundamentalisme beberapa tahun terakhir, seperti yang terlihat dalam meningkatnya popularitas banyak partai politik sayap kanan, terutama di Austria, Denmark, Hongaria dan Swiss.
“Contoh fundamentalisme awalnya mungkin tampak berbeda, tetapi mereka berbagi kesamaan penting. Dalam setiap kasus, sikap superioritas telah memicu proses dehumanisasi atau delegitimasi kelompok tertentu. Secara bertahap, kelompok-kelompok ini dilucuti kemanusiaannya dan hak-hak mereka. Proses ini dapat menyebabkan konsekuensi yang menghancurkan, karena sejarah telah membuktikannya berkali-kali,” ungkap Kiai dalam laporannya.
Selain laporan pelapor khusus PBB, kelompok masyarakat sipil yang peduli pada persoalan Papua juga menyampaikan laporan situasi kebebasan berekspresi di Papua. Franciscans International, VIVAT International, International Coalition for West Papua, West Papua Nezwerk, Tapol, Minority Rights Groups International, Geneva for Human Rights dan The World Council of Churches mendesak Dewan HAM PBB untuk meminta pemerintah Indonesia melakukan penyidikan atas kasus penangkapan sewenang-wenang di Papua serta tempat-tempat lainnya. Pemerintah Indonesia dimunta menjamin hak kebebasan berekspresi,dan kebebasan berserikat dan berkumpul bagi semua orang Papua.
“Kami juga mendesak Dewan HAM PBB agar mendesak Indonesia membuka Papua untuk diakses oleh masyarakat internasional dan segera menetapkan tanggal untuk kunjungan Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berekspresi dan memungkinkan pemegang mandat lain untuk mengunjungi Papua,” ujar Budi Cahyono, Program Kordinator Asia Pasifik Franciscans International di Genewa kepada Jubi melalui surat elektronik, Sabtu (18/6/2016). (*)

Oleh : Victor Mambor
Sumber : tabloidjubi.com

#Yikwagwe

No comments: