Sekjen (Octovianus Mote) dan Juru Bicara (benny Wenda) ULMWP memberikan laporan-laporan pelanggaran HAM kepada ketua MSG yang juga ketua PIDF, Manasye Sogavare usai pertemuan dengan para pemimpin Pasifik di Honiara, Jumat (17/7/2016) – Jubi/Victor Mambor. |
Honiara, – Manasye Sogavare, Perdana Menteri Kepulauan
Solomon yang juga Ketua Melanesia Spearhead Groups saat ini menjadi
Ketua Pacific Islands Development Forum (PIDF). Di hari pertama ia
menjabat sebagai Ketua PIDF, Sogavare mengundang para pemimpin
negara-negara Pasifik yang hadir dalam pertemuan PIDF di Kepulauan
Solomon untuk membahas masa depan Bangsa dan Rakyat Papua.
“Masalah Papua saat ini sudah menjadi masalah bukan hanya Melanesia,
tapi juga Pasifik, terutama negara-negara di Mikronesia dan Polinesia.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua yang terus terjadi hingga saat
ini menjadi kepedulian kami di Pasifik,” kata Sogavare kepada Jubi,
Jumat (17/7/2015) dalam satu wawancara khusus usai melakukan pertemuan
dengan para pemimpin Mikronesia dan Polinesia serta kelompok masyarakat
Sipil Pasifik di King Solomon Hotel, Honiara. Pertemuan ini dihadiri
juga oleh pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Sogavare mengakui, ia telah berkirim surat kepada Presiden Indonesia,
Joko Widodo untuk membahas masalah Papua namun permintaan dalam surat
tersebut ditolak. Surat tersebut dikirim olehnya dalam kapasitasnya
sebagai Ketua Melanesia Spearhead Groups.
“Saya mengirimkan surat untuk dua hal. Pertama adalah untuk membahas masalah Papua dalam kapasitas saya sebagai ketua MSG, sebab Indonesia adalah anggota assosiasi dan Papua adalah pengamat dalam MSG. Kedua adalah meminta agar Indonesia sebagai anggota assosiasi mulai membuka diri untuk membahas masalah Papua di forum MSG. Namun kedua permintaan tersebut tidak mendapatkan respon positif dari Indonesia,” ujar Sogavare.
“Saya mengirimkan surat untuk dua hal. Pertama adalah untuk membahas masalah Papua dalam kapasitas saya sebagai ketua MSG, sebab Indonesia adalah anggota assosiasi dan Papua adalah pengamat dalam MSG. Kedua adalah meminta agar Indonesia sebagai anggota assosiasi mulai membuka diri untuk membahas masalah Papua di forum MSG. Namun kedua permintaan tersebut tidak mendapatkan respon positif dari Indonesia,” ujar Sogavare.
Sikap pemerintah Indonesia ini menurutnya, menunjukkan bahwa
Indonesia tidak memiliki niat positif untuk menyelesaikan masalah hak
asasi manusia di Papua. Meskipun pemerintah Indonesia, melalui Menteri
Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan telah mengundang beberapa Duta
Besar negara-negara Pasifik, termasuk Kepulauan Solomon datang ke Papua
dan menyaksikan upaya penyelesaian masalah Hak Asasi Manusia yang sedang
dilakukan oleh pemerintah, MSG menurut Sogavare adalah forum yang tepat
untuk membahas masalah tersebut. Karena baik Indonesia maupun rakyat
Papua yang diwakili oleh ULMWP ada dalam forum tersebut.
“Saya mengapresiasi upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia. Namun
keputusan kami menerima Indonesia dan ULMWP dalam MSG adalah agar
keduanya bisa mulai membahas masalah ini. Itu adalah mandat yang saya
pegang sebagai ketua MSG,” ujar Sogavare.
Sogavare juga mengaku terus menerus menerima laporan tentang
pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
kepada rakyat Papua.
“Sebelum pertemuan para pemimpin MSG dilakukan, saya menerima laporan
ada 300 lebih rakyat Papua yang ditangkap karena melakukan demonstrasi
memberikan dukungan kepada ULMWP. Hari ini saya juga mendapatkan laporan
bahwa beberapa mahasiswa Papua di satu kota di Jawa mengalami tindakan
represif bukan saja oleh aparat keamanan tapi juga oleh warga masyarakat
di kota itu. Bagaimana hal ini bisa terjadi di negara demokrasi seperti
Indonesia?” ungkap Sogavare.
Fakta-fakta ini menurut Ketua PIDF ini, membuat beberapa pemimpin
Pasifik menaruh perhatian khusus. Para pemimpin Pasifik, lanjutnya telah
sepakat untuk membawa isu Papua ini dalam pertemuan regional Pasifik.
“Para pemimpin Pasifik bertemua hari ini atas undangan saya. Kami
membahas masalah bangsa dan rakyat Papua, terutama pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang terus menerus terjadi. Ini harus dihentikan dan menjadi
tanggungjawab siapapun yang menjadi warga dunia. Bangsa dan rakyat
Pasifik menyadari hal ini. Di beberapa negara Pasifik isu Papua sudah
menjadi perhatian generasi muda. Maka pemerintah dan masyarakat sipil
harus mulai menjalankan tanggungjawabnya,” jelas Sogavare. (tabloidjubi.com)
No comments:
Post a Comment