Andy Ayamiseba (kiri) bersama wartawan Jubi, Victor Mambor di Noumea, Kaledonia Baru saat menghadiri MSG Summit tahun lalu (Jubi/Victor Mambor) |
Jayapura,
– Puluhan tahun dipengasingan, tak merubah pandangan Andy Ayamiseba.
Undangan untuk pulang dari dua saudaranya, Frans Alberth Joku dan Nick
Messet, hanya akan dipenuhinya jika Papua sudah merdeka.
“Siapa yang tidak ingin kembali ke negara tercintanya? Tapi saya punya alasan kuat mengapa saya belum bisa memenuhi undangan dua saudara saya itu.” kata Andy Ayamiseba menanggapi undangan Frans Albert Joku dan Nick Meset untuk kembali ke Indonesia, Senin (17/3).
Melalui
sambungan telepon, Andy mengatakan alasan mengapa ia belum bisa kembali
sangat berhubungan dengan hak asasi bangsa Papua.
“Status politik dan keamanan kami. Ini bukan tentang kesejahteraan sosial yang bisa disediakan Indonesia untuk kami. Kami lahir di Papua dan akan mati untuk Papua. Kami bukan Indonesia. Hak asasi kami telah diperkosa oleh Indonesia atas dukungan PBB. Saya akan kembali ke Tanah Air saya, Papua, hanya jika Papua sudah merdeka dan diakui sebagai sebuah bangsa,” kata Andy Ayamiseba.
Meski demikian, pria yang sangat
terkenal di tahun 80-an sebagai pentolan Grup Musik Legendaris Black
Brothers ini, tetap menghormati pilihan dua rekannya yang pernah
berjuang bersama-sama dengan dirinya untuk kemerdekaan Papua Barat.
Menurutnya, Frans Albert Joku dan Nick Messet berpandangan jika tidak
bisa menang atas penjajah maka sangat mungkin untuk bergabung dengan
penjajah untuk memperbaiki situasi bagi rakyat Papua Barat.
“Saya lebih suka terus berjuang dan menderita untuk hak bangsa dan rakyat Papua. Tentu saja kami ingin menikmati tingkat hidup yang sama dengan yang dinikmati oleh orang Indonesia, tetapi itu hanya setelah kami lepas dari penderitaan kami dan menjadi sebuah bangsa yang bebas.” Andy Ayamiseba menegaskan kembali sikapnya.
Frans
Alberth Joku dan Nick Messet, dalam kunjungan mereka ke Fiji minggu
lalu telah mengundang Andy Ayamiseba dan John Otto Ondowame yang telah
puluhan tahun berada di pengasingan untuk pulang ke Papua. Undangan ini
disampaikan oleh keduanya kepada Duta Besar Vanuatu untuk Fiji.
Barack
Sope, mantan Perdana mentri Vanuatu yang saat ini menjadi penasihat
West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL), mengingatkan
Ayamiseba dan Ondowame bahwa mungkin saja keduanya akan dibunuh jika
kembali ke Papua.
“Tahun 2000 ketika saya menjadi Perdana Menteri, saya mengundang Ketua Presidium Dewan Papua, Alm. Theys Eluay untuk menghadiri HUT Kemerdekaan Vanuatu ke-20 di Port Vila. Hanya dua minggu setelah ia kembali ke Papua, ia diculik oleh Kopasus ketika pulang dari acara resmi di malam hari. Ia tewas dibunuh dan sampai hari ini sopirnya tidak diketahui nasibnya. Para pembunuh Theys ditangkap dan dipenjara selama beberapa tahun kemudian dilepaskan.” kata Sope kepada Jubi melalui telepon, Senin (17/3) untuk menjelaskan kekhawatirannya.
Lanjut
Sope, militer Indonesia jauh lebih kuat daripada Kepala Negara dan
dapat bertindak secara sepihak untuk membunuh siapa pun di Papua Barat
yang dilihatnya sebagai ancaman.
Sope
juga mengatakan bahwa Messet dan Joku sangat tahu bahwa undangan mereka
akan ditolak karena keduanya berada dalam roadmap yang berbeda dengan
Ayamiseba dan Ondowame.
“Ada dua roadmap yang berbeda. Meset dan Joku mengikuti roadmap yang dibuat oleh Indonesia. Roadmap yang menyembunyikan pelanggaran hak asasi manusia, penganiayaan dan pembunuhan orang Papua Barat oleh tentara Indonesia yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, karena Indonesia sukses melarang semua wartawan asing memasuki Papua Barat.” kata Sope. (Jubi/Victor Mambor)
Diambil dari www.tabloidjubi.com
No comments:
Post a Comment