Oleh : Engelbert Wally.
Peserta tarian pada Festival Danau Sentani (FDS) IX di Khalkote, Distrik Sentani Timur – Jubi/Engel Wally |
Sentani, – Pengunjung Festival Danau Sentani (FDS) ke-9 di
Khalkote, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua tahun ini
ternyata lebih banyak pada sore hari.
Menurut salah satu penjaga stan di lokasi FDS, Irma, pengunjung lebih
mengantre sore hari karena pagi hingga tengah hari warga melakukan
aktivitasnya di kantor-kantor, sekolah, dan lembaga-lembaga swasta.
“Nanti sore hari baru pengunjungnya banyak yang datang ke tempat ini
(lokasi FDS). Biasanya pagi masyarakat melakukan aktivitas, baik di
kantor atau karena puasa, ditambah cuaca yang panas sehingga pengunjung
lebih memilih sore hari,” katanya kepada Jubi di Khalkote, Selasa
(21/6/2016).
Sejumlah lomba digelar, seperti lomba dayung tradisional dan tari pergaulan yosim pancar (yospan).
Menurut dia pengunjung tampak antusias meski lebih padat sore menjelang petang.
Salah satu pengunjung, Nick Daniel mengaku pelaksanaan FDS cukup baik untuk promosi budaya dan konten lokal.
“Namanya festival budaya, siapa saja dan dari mana saja orang
tersebut pasti akan datang untuk menyaksikan secara langsung. Untuk FDS
IX ini hanya butuh sentuhan banyak pihak di dalamnya,” katanya.
Menurut dia sebaiknya tidak hanya Pemerintah Kabupaten Jayapura yang
berpartisipasi, tetapi juga semua pihak harus berpartisipasi di
dalamnya.
Bupati: FDS Adalah Harga Diri dan Momen Promosi Budaya
Bupati Jayapura Matius Awoitau mengatakan pelaksanaan FDS kali ini merupakan bagian dari pertaruhan harga diri masyarakat Sentani dan Kabupaten Jayapura pada umumnya.
Bupati Jayapura Matius Awoitau mengatakan pelaksanaan FDS kali ini merupakan bagian dari pertaruhan harga diri masyarakat Sentani dan Kabupaten Jayapura pada umumnya.
“Dari waktu ke waktu hal ini tetap menjadi perhatian serius
Pemerintah Daerah, tentunya tidak terlepas dari kekurangan. Untuk
melaksanakan even sebesar ini butuh kesiapan dan dana yang tidak
sedikit. Tetapi sampai tahun ini pelaksanaannya tetap dilaksanakan
dengan apa yang ada di daerah ini,” katanya.
Ia juga mengatakan bahwa FDS sebagai momen untuk mempromosikan budaya dan potensi lokal di kabupaten yang dipimpinnya itu.
“Kita tidak bisa memberikan penilaian yang sama terhadap
penyelenggaraan FDS di tempat ini dengan iven budaya di tempat lain.
Dulu waktu tidak ada FDS semua mempertanyakannya, sekarang sudah ada
kenapa harus bersungut-sungut?” katanya.
Ia melanjutkan setidaknya FDS harus didukung, sebab kegiatan itu
tidak hanya milik Pemerintah Kabupaten Jayapura, tetapi seluruh
masyarakat “Khena Mbay Umbay”.
“Harga diri kita dipertaruhkan di momen ini,” katanya.
Pengunjung FDS, Agus Supriyanto mengatakan, “Pertama kali saya
mendengar tentang FDS ini di TV dan berita-berita di media cetak dan
elektronik waktu masih kuliah di luar Papua. Ada harapan bagi saya agar
dapat mengunjungi tempat ini untuk menyaksikan secara langsung
pelaksanaannya.”
Menurut pengunjung yang berprofesi sebagai apoteker ini banyak
perubahan yang terjadi pada FDS tiga tahun terakhir. Meski demikian,
menurut dia harus ditonjolkan potensi-potensi lokal pada ajang pesta
budaya semacam FDS.
“Seperti pertama kali saya di sini ada tifa terpanjang, penari
terbanyak, tetapi juga ada sampai terbesar di Kampung Abar dan semuanya
masuk dalam rekor MURI. Hal-hal seperti ini yang perlu diangkat dalam
beraneka ragam dan corak budaya,” katanya. (tabloidjubi.com)
No comments:
Post a Comment