Monday, June 20, 2016

Tak Ada Ruang Untuk Korban dalam Tim Terpadu Menko Polhukam



Menko Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan bersama Kepala Bappenas, Kapolda Papua dan Bupati Jayawijaya ketika tiba di Kantor Bupati Jayawijaya – Jubi/Islami
Menko Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan bersama Kepala Bappenas, Kapolda Papua dan Bupati Jayawijaya
                          ketika tiba di Kantor Bupati Jayawijaya – Jubi/Islami


Wamena, – Upaya menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh pemerintah melalui tim terpadu yang dibentuk oleh Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) harus melibatkan seluruh unsur yang berkepentingan.

Theo Hesegem, aktivis HAM Papua yang masuk dalam tim investigasi pelanggaran HAM perwakilan dari Pegunungan Tengah Papua mengakui seluruh pelanggaran HAM di Papua harus diselesaikan tetapi perlu melibatkan seluruh unsur komponen, dalam hal ini baik KNPB, dewan adat, bila perlu OPM juga dihadirkan untuk menyampaikan pendapatnya.
“Korban-korban itu harus menyampaikan begitu juga dengan keluarga korban yang ada di sini. Mereka punya hak untuk menyampaikan beberapa hal kepada Menko Polhukam, tetapi ruang itu tidak ada,” kata Theo

“Jadi, harusnya muncul dari korban-korban yang menyampaikan bagaimana menyelesaikan pelanggaran HAM ini. Jadi pertemuan tadi itu sebenarnya bisa memberikan waktu atau ruang yang agak lebar kepada setiap komponen-komponen itu. Kalau KNPB, dewan adat dan bahkan OPM sekalipun mempunyai kesempatan untuk bicara, kalau kita tidak melibatkan mereka semua itu nanti akan buntu,” kata Theo Hesegem menanggapi pertemuan antara Menko Polhukam dengan tokoh masyarakat Jayawijaya di Kantor Bupati, Jumat (17/6/2016).

Dalam pertemuan ini, Menko polhukam Luhut Binsar Panjaitan memang mengakui ada penolakan terhadap tim investigasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dibentuknya. Namun itu hanya segelintir orang. Menurut Luhut tim yang dibentuknya terdiri dari Ketua Komnas HAM RI dan Papua dan beberapa komisioner Komnas HAM.
“Saya katakan bahwa semua orang boleh lihat dokumen yang ada, bahkan wartawan juga boleh ikut di dalamnya, supaya bisa selesaikan dengan baik, asal datang dengan data-data jangan dengan rumor. Yang kita tidak mau adalah, jangan orang lain membuat tim independen untuk investigasi kita lagi,” katanya di Wamena, Jayawijaya,

Diakuinya, sejauh ini proses sekarang masih mengumpulkan data, karena dari hasil tatap muka di Jayawijaya ini bahwa banyak anggota TNI dan Polri jadi korban, sehingga dirinya beranggapan tidak adil juga jika hanya masyarakat sipil saja yang dituntaskan.

Dalam kesempatan yang sama, Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpau menjelaskan, kasus pelanggaran HAM berat yang sedang menjadi fokus adalah kasus Wamena berdarah, Wasior dan Paniai tahun 2014. Semuanya telah ditangani oleh Komnas HAM pusat dan kejaksaan agung, sehingga itu ditarik seluruhnya oleh mereka dan ditangani oleh mereka.
“Kemarin juga dari tim pemerhati HAM yang kita bawa ke Jakarta, kurang lebih 12 orang langsung datang ke Kejaksaan Agung dan Komnas HAM pusat untuk mendorong itu langsung kepada ketuanya masing-masing. Mudah-mudahan, dengan keseriusan dan dorongan dari pemerintah kita di Papua ini, pemerhati HAM bisa menambah percepatan penyelesaian-penyelesaian kasus HAM di Papua, di mana target tahun ini ketiga kasus itu selesai diungkap,” jelas Waterpauw.

Sebelum kedatangan Menko Polhukam, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Yunus Wonda telah meragukan Tim Menko Polhukam ini bisa menyelesaikan masalah HAM di Papua. Sebab, menurutnya tim ini tidak independen.
“Meskipun tim ini bentukan pemerintah Indonesia kemudian punya data, namun saya yakin tak ada negara manapun yang akan mempercayai data tersebut,” kata Wonda.
Ia berharap penyelesaian masalah HAM ini dilakukan oleh lembaga yang seharusnya bekerja untuk hal tersebut, yakni Komisi Nasional HAM.

Pada pertemuan awal pembentukan tim terpadu ini, Gubernur Papua, Lukas Enembe juga telah mengungkapkan kekecewaanya terhadap upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah melalui Menko Polhukam karena memperdebatkan kriteria dan definisi pelanggaran HAM.
“Kalau masih diperdebatkan lagi soal kriteria dan definisi, dikembalikan ke Papua biar diselesaikan secara adat,” kata Gubernur Enembe yang hadir dalam pertemuan tertutup bulan April lalu di Kantor Menko Polhukam bersama Ketua DPRP dan Ketua Majelis Rakyat Papua. (WPB/tabloidjubi.com)


Sumber : Warta Papua Barat

#Yikwagwe

No comments: