Frits Ramandey, Komnas HAM Perwakilan Papua, saat membesuk korban penembakan Deiyai di RSUD Nabire (3/8) - Jubi/Titus Ruban |
Jayapura, – Penembakan
Deiyai yang telah menewaskan Yulianus Pigai dan melukai 16 orang lainnya,
disebut telah memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM berat karena tujuan
penembakan diduga untuk memusnahkan atau mematikan.
Hal itu menjadi sorotan Lembaga Penelitian,
Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, melalui rilisnya
kepada Jubi, Kamis (3/8). Menurut Direktur LP3BH, Yan Warinusi, aparat
kepolisian terindikasi kuat telah melakukan kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur dalam pasal 7 Undang Undang
Pengadilan HAM.
“Tampak dari bentuk luka-luka yang dialami korban tewas Yulius Pigai maupun ke-16 korban lainnya yang tidak ditembak dengan peluru karet, serta kuat fakta dan bukti juga mereka bukan ditembak untuk dilumpuhkan, tetapi diduga kuat ditembak untuk memusnahkan atau mematikan,” ujar Warinussi berdasarkan sumber LP3BH di Waghete, Deiyai.
Atas dasar itu LP3BH minta dilakukan investigasi
independen yang dapat dilakukan di bawah dukungan dan fasilitas KOMNAS HAM
serta gereja-gereja lokal serta Dewan Adat Paniai.
Terkait tim investigasi, Kapolda
Papua Inspektur Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar kepada wartawan di
Jayapura, (4/8/2017) mengatakan pihaknya telah membentuk tim investigasi yang
terdiri dari Kabid Propam, Kasat Brimob, Kabid Kum.Direskrim yang ikut
berangkat bersama KOMNAS HAM perwakilan Papua ke Deiyai belum lama ini.
"Nanti dilihat bagaimana prosedur dalam penanganan aksi masyarakat. Kami ingin melihat fakta-fakta yang terjadi sebelumnya seperti apa. Jadi sebab akibatnya kami teropong" ujarnya.
Katanya, pihak Propam akan
menangani terkait ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku terhadap
anggota polri, termasuk peraturan kapolri (perkap) yang mengatur
penanggulangan massa.
Pada kesempatan itu Kapolda juga meminta
maaf kepada masyarakat Papua, khususnya keluarga korban yang diduga ditembak
anggota Brimob dan polisi di Kampung Oneibo, Distrik Tigi Kabupaten Deiyai, 1
Agustus lalu.
"Polda Papua menyampaikan permohonan maaf atas insiden yang terjadi di Deiyai, kami sampaikan maaf kepada masyarakat Papua, khususnya keluarga masyarakat yang terkena tembak oleh petugas," kata Boy Rafli Amar usai gelar Pasukan di lapangan Barnabas Youwe, di Kabupaten Jayapura.
Menurut Boy Rafli senjata aparat yang
melakukan penembakan sudah disita. “Itu sudah dilakukan.
Mengenai peluru tajam, petugas itu punya dua peluru, peluru karet dan peluru
tajam. Yang terpenting, legalitas penggunannya sah atau tidak. Dapat dipertanggungjawabkan
atau tidak," katanya.
Tembakan dituding atas perintah Kapolsek
Tigi
Seorang warga saksi mata peristiwa penembakan di
Waghete, berinisial NP kepada Jubi (4/8) mengaku menyaksikan sendiri penembakan
dilakukan atas perintah Kapolsek Tigi, N. Raini yang membawa rombongan
kepolisian dan Brimob ke tempat kejadian.
“Yang datang waktu itu Kapolsek Tigi, Raini dengan anggotanya bersama Brimob. Setelah tiba, Kapolsek perintahkan tembak. Saya lihat saksikan sendiri,” ungkap NP, seorang saksi mata kepada Jubi di Waghete.Setelah diperintahkan, menurut dia, letusan bunyi senjata ibarat air mengalir sehingga banyak warga banyak kena tembakan. NP juga mengatakan tembakan dilakukan terarah dan tidak ke arah langit.“Mereka ukur itu pas-pas laki-laki, terutama anak-anak muda. Tembaknya bukan ke arah langit, tapi lurus (ke arah) orang. Kalau dia (Kapolsek) tidak perintah mana mungkin anak buahnya lakukan penembakan,” tutur NP.
Terkait penembakan di lapangan tersebut, Kapolda
Papua berjanji anggota polri yang terkait harus diperiksa, baik anggota Brimob
maupun anggota Polsek Tigi yang ketika itu berada di lokasi. Menurut
dia sudah sekitar tujuh orang sudah diperiksa sejak kemarin.
Penyelesaian hukum
Terpisah, pengacara senior HAM Papua, Gustaf
Kawer justru mengaku pesimismenya terhadap kinerja KOMNAS HAM terkait kasus
Deiyai.
“Saya mau bilang agak kasar, KOMNAS HAM stop wisata HAM,” tegas Kawer kepada Jubi, Jumat (4/8). Dia memandang perintah KOMNAS HAM Pusat ke perwakilan KOMNAS HAM Papua untuk turun ke lapangan disinyalir hanya akan jadi perjalanan wisata belaka.
“Kalau sudah turun lapangan, laporannya sudah jejas, entah pelanggaran HAM atau bukan. Anehnya kasus belum jalan. Institusi lain lagi menyusul ke lapangan. Semua menjadi suka ke TKP tetapi tidak pernah ada pembuktian hingga proses hukum,” ujarnya sambil mencontohkan hal yang sama terjadi pada kasus Paniai Berdarah 7 Desember 2014.
Namun ia tetap berharap KOMNAS HAM tidak
mengulangi kesalahannya di Kasus Deiyai 1 Agustus lalu, dan mengajak semua
pihak dan pekerja HAM bekerja sama menyelesaikan kasus tersebut. “Kita
kawal bersama sampai proses hukum,” katanya.(*)
Sumber : http://tabloidjubi.com/artikel-8435-penembakan-deiyai-terindikasi-pelanggaran-ham-berat.html
No comments:
Post a Comment