Oleh Abeth You.
![]() |
Jayapura, – Pada 16 Juli 2016 aparat
Koramil TNI AD di Muting mencari dan mendatangi rumah Agustinus Dayo
Mahuze, Ketua Marga Mahuze Besar di Kampung Muting, Distrik Muting,
Kabupaten Merauke, Provinsi Papua untuk mengundang Agustinus Dayo Mahuze
bertemu dengan pimpinan perusahaan kelapa sawit PT. Agriprima Cipta
Persada (ACP) di lokasi perkebunan dan menyerahkan Surat Ketua Primer
Koperasi Kartika Setya Jaya, Kodim 1707/Merauke, Nomor. 8/16/VII/2016,
tanggal 11 Juli 2016, tentang Pemberitahuan Izin Pelaksanaan Pekerjaan
Borongan Pembukaan Lahan Sawit GRTT PT. ACP.
Direktur Yayasan Pusaka, Y. L. Franky mengatakan,
aparat Koramil TNI-AD yang bertemu dengan Agustinus Dayo Mahuze di luar
rumah atau di jalan menuju Kampung Mbilanggo, pada sore hari
menyampaikan maksud kedatangan mereka tersebut.
“Agustinus Dayo merasa terancam, takut dan
khawatir dengan adanya keinginan koperasi dan perusahaan PT. ACP yang
disampaikan melalui aparat keamanan Koramil TNI AD. Kepentingan bisnis
perusahaan PT. ACP dengan melibatkan aparat TNI maupun Polri dalam
kegiatan perolehan hak atas lahan dan pembukaan lahan di Muting,” kata
Y. L. Franky melalui rilis kepada Jubi, Jumat (22/07/2016).
Menurutnya, sudah seringkali terjadi dan diikuti
dengan intimidasi dan ancaman kekerasan sehingga menimbulkan keresahan
dan ketegangan antara masyarakat dengan perusahaan, pemerintah, aparat
TNI dan Polri.
Hal mana ditunjukkan dari berkali-kali masyarakat
mengirimkan surat pengaduan dan keresahan mereka yang ditujukan kepada
pemerintah, institusi TNI dan Polri, dan Komisi Nasional HAM, sepanjang
Januari hingga Juni 2015 lalu, namun tidak ada tanggapan berarti.
Masyarakat telah menyampaikan sikapnya terhadap pemerintah dan
perusahaan secara terbuka melalui papan pengumuman dilokasi tanah adat
mereka bahwa “Tanah Adat Marga Mahuze Besar Tidak untuk Kelapa Sawit”.
Pastor Anselmus Amo MSC, Direktur Sekretariat
Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke menegaskan, masyarakat
juga ingin menyelesaikan permasalahan ketelanjuran oknum anggota marga
untuk mengembalikan uang tali asih yang dianggap sebagai ‘tanda jadi’
pengalihan hak atas tanah, yang diambil anggota marga tanpa persetujuan
luas anggota marga Mahuze Besar.
Dikatakan, keterlibatan aparatus keamanan TNI dan
Polri dalam mengamankan kepentingan bisnis PT. ACP dan termasuk berperan
mengusahakan proyek pembukaan lahan perusahaan yang masih bersengketa,
serta menimbulkan rasa tidak aman dan keresahan warga maupun
ketidakadilan, merupakan pelanggaran dan bertentangan dengan konstitusi
dan peraturan perundang-undangan.
“Selain itu, tindakan prajurit militer tersebut
bertentangan dengan komitmen Panglima TNI terkait reformasi institusi
TNI, salah satunya dengan menertibkan bisnis-bisnis militer,” katanya.
Karena itu, pihaknya menuntut kepada
Menkopulhukam, Panglima TNI dan Kapolri agar segera menghentikan bisnis
militer dalam mengamankan dan memperlancar bisnis korporasi dengan
cara-cara melanggar hukum dan tidak berpihak pada masyarakat.
“Panglima TNI dan Kapolri memberikan sangsi tegas
kepada anggota prajurit TNI dan Polri yang terlibat dalam bisnis non
institusional tersebut dan menimbulkan rasa tidak aman warga,” paparnya.
Menteri Pertanian dan Bupati, lanjutnya, untuk
melakukan audit sosial dan lingkungan, serta melakukan review atas izin
terhadap operasi kegiatan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT.
Agriprima Cipta Persada di Muting, Merauke.
“Kami mendukung reformasi institusi TNI dan Polri
dalam memberikan perlindungan dan pelayanan bagi rakyat, serta berharap
semua pihak dapat menghormati hak-hak masyarakat adat Papua,” pungkas
Pastor Amo. (tabloidjubi.com)
No comments:
Post a Comment