Octovianus Mote dari ULMWP (kanan) bersama delegasi Vanuatu di Pertemuan Regional Joint Parliamentary Assembly ke-14 ACP-EU di Port Vila, Vanuatu 19-21 Juli 2017 – gov.vu |
Jayapura,– Vanuatu kembali menyerukan kepada negara-negara
Africa, Caribbean, Pacific (ACP) dan European Union (EU) untuk memberikan
dukungan terhadap Resolusi atas hak penentuan nasib sendiri West Papua dan
perhatian terhadap pelanggaran HAM di wilayah rumpun Melanesia ini.
Di dalam pernyataan publik pemerintah Vanuatu yang dirilis situs resminya,
Jumat (21/7/2017), Vanuatu mengajak para anggota parlemen ACP EU angkat bicara
dan tunjukkan keprihatinan serta dukungannya atas hak-hak rakyat Papua,
termasuk hak menentukan nasib sendiri dan bergabung dengan delapan
negeri-negeri Kepulauan Pasifik lainnya demi keadilan dan penghormatan atas hak
penentuan nasib sendiri itu.
Pertemuan regional ke-14 Majelis Gabungan Parlemen ACP-EU itu dilakukan di
Port-Vila, Vanuatu sejak tanggal 19 Juli hingga 21 Juli lalu. Lebih dari 100
delegasi dari Uni Eropa dan negeri-negeri di Afrika, Karibia dan Pasifik
dikabarkan hadir.
ACP-EU, menurut Vanuatu juga dapat meneruskan seruan dukungan tersebut ke
badan-badan regional dan lintas pemerintahan global seperti Uni Afrika, CARICOM
dan badan-badan regional dan sub-regional multilateral lainnya untuk membuat
resolusi atas West Papua dan pembatasan perdagangan dengan Indonesia.
“Sebagai negara-negara anggota PBB, negeri-negeri di dalam ACP-EU dapat ikut memberi tekanan pada PBB agar melakukan referendum kembali di West Papua di bawah pengawasan internasional, atau setidaknya mendaftarkan West Papua sebagai sebuah wilayah tak berpemerintahan sendiri,” tulis pemerintah di dalam pernyataan tersebut.
Vanuatu juga meminta agar ACP-EU mendukung satu suara atas pengajuan
resolusi West Papua pada pertemuan gabungan parlemen ACP-EU berikutnya
bulan Oktober mendatang agar resolusi tersebut bisa diadopsi pada pertemuan Konsil
Menteri-Menteri ACP di bulan November 2017.
Seruan Vanuatu tersebut juga ditujukan pada wakil parlemen masing-masing
negara ACP-EU untuk mendorong pemerintahannya masing-masing menyuarakan isu
West Papua di berbagia level multilateral.
Di dalam pernyataan tersebut Vanuatu mengangkat isu kejahatan terhadap
kemanusiaan di West Papua yang memakan korban hingga ratusan ribu jiwa sejak
aneksasi oleh Indonesia tahun 1963 dan memuncak di era kediktatoran Seeharto
melalui berbagai operasi militer era 1970-an dan 1980-an.
“Otoritas negara Indonesia, para pemukim dari Indonesia dan perusahaan Indonesia pelan tapi pasti memegang kontrol atas semua aspek dan arena kehidupan orang Papua.Indonesia mengklaim telah membangun West Papua, tetapi lupa pada fakta bahwa pembangunan itu terutama hanya menguntungkan orang-orang Indonesia dan bukan orang Papua,” tulis pemerintah.
Sebelumnya kepada Loop Vanuatu (21/7), Marco Mahe anggota parlemen Vanuatu
mewakili wilayah konstituen Santo, mengatakan negeri-negeri ACP telah lebih
dulu mendukung untuk mengangkat isu pelanggaran HAM di West Papua dalam
pertemuan terpisah sebelum pembukaan pertemuan parlemen gabungan ACP-EU.
Dia katakan delegasi Vanuatu ada dua pertemuan pendahuluan sebelum acara
pembukaan oleh Presiden Republik Vanuatu yang baru, Pastor Tallis Obed Moses.
Pertemuan pendahuluan ACP tersebut dipimpin oleh co-Presiden Majelis
Gabungan Parlemen ACP-EU, Ibrahim R. Bundu. Turut hadir wakil West Papua,
Octovianus Mote dari ULMWP.
Pertemuan gabungan parlemen EU-ACP ini memfokuskan pembicaraan pada isu
perubahan iklim dan kemitraan Eropa dan Pasifik.
Isu West Papua tetap diangkat oleh Republik Vanuatu menyusul pernyataan
senada oleh Pacific Islands Coalition for West Papua (PICWP) awal Mei lalu di
hadapan Pertemuan Konsil Menteri-menteri 79 anggota ACP.
Waktu itu PICWP meminta ACP agar membuat resolusi akhir untuk menyatakan
dukungan pada penentuan nasib sendiri West Papua di pertemuan Konsil November
mendatang. (*)
Sumber : http://www.tabloidjubi.com
No comments:
Post a Comment