Mobil Water Cannon yang dipakai Polisis Tembak Gas Air Mata ke arah Mahasiswa Papua sedang Standby di depan Asrama mahasiswa Papua Yogyakarta. Dok Yikwagwe. |
Yogyakarta, - Yogyakarta baru-baru ini mencekam. Bukan karena ada peperangan, tetapi
disebabkan kehadiran puluhan aparat kepolisian bersenjata bersama
ormas-ormas. Mereka berjaga di depan asrama mahasiswa Papua Jalan
Kusumanegara. Tanggal 15 Juli 2016 sekitar pukul sembilan pagi, sempat
menyaksikan sendiri ditutupnya sebagian Jalan Kusumanegara yang berada
di depan Asrama Papua. Siangnya, jalan sudah dibuka kembali untuk lalu
lintas.
Malam hari itu juga, mendapat kabar pelemparan gas air mata yang
dilakukan pihak berwajib ke dalam asrama. Mendengar itu, sekilas
teringat cerita-cerita usaha mahasiswa yang mendapat perlakuan sama atau
sampai lebih parah hilang tanpa jejak sewaktu orde baru. Namun tak lupa
waktu itu para mahasiswa melakukan aksi demonstrasi untuk keterbukaan
rezim pemerintahan.
Lalu apakah sekarang para kawan mahasiswa Papua melakukan hal yang sama hingga harus menerima perlakuan kasar dari aparat?
Berdasarkan kronologis yang diunggah di Blog Lingkar Studi Sosialis,
tindakan represif sudah dimulai semenjak dikirimnya ancaman dari pihak
anonim pada Kamis, 14 Juli 2016. Ancaman tersebut berisi hujatan dan
perkataan-perkataan yang melecehkan, seolah kawan Papua bukanlah manusia
Indonesia.
Kawan Papua dikatai “hitam bangsat”, “kafir laknatullah”, “keturunan
monyet”, dan banyak lagi kata-kata yang menyiratkan bahwa kawan Papua
tidak pantas hidup di Jogja.
Apakah hati mereka yang hendak mengusir dengan umpatan tidak pantas itu adalah ciri penduduk Jogja yang berhati nyaman?
Pada hari Jumat kemudian, semenjak jam tujuh pagi, pintu depan asrama
telah diblokir aparat kepolisian berikut pintu belakang. Diikuti
kedatangan ormas Paksi Katon sebanyak 50 orang. Paksi Katon adalah forum
kemitraan polisi dan masyarakat. Namun apakah mereka menengahi agar
terjadi dialog baik-baik? Tidak. Bahkan sempat ada seorang warga Papua
yang hendak masuk asrama, namun sepeda motornya disita polisi.
Ketika satu kawan Papua tersebut meminta sepeda motornya kembali,
polisi melepaskan tembakan peringatan. Ia melarikan diri melewati lorong
menuju Jalan Kusumanegara yang ternyata berikutnya ditangkap oleh
polisi dengan brutal hingga kawan Papua diinjak-injak.
Apakah ini sikap yang diperbolehkan? Ketika pengayom masyarakat
justru malah melakukan tindakan kasar terhadap kawan Papua yang notabene
adalah warga negara Indonesia yang sedang tidak berdaya. Ada apa dengan
aparat polisi yang terhormat?
Kejadian berlanjut dengan sampai pada pukul sebelas kurang ketika
masa ormas berseragam Paksi Katon, Pemuda Pancasila, Laskar Jogja, dan
Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan & TNI POLRI datang.
Ada sekitar 100 orang dan mereka meneriaki asrama dari depan.
Teriakannya tak terduga, karena nama penduduk kebun binatang yang malah
diucapkan dengan keras. Mulai dari “anjing”, “babi”, “monyet”, dan
sebagainya berkumpul mengisi presensi.
lanjutkan membaca >
Sumber : http://jogjastudent.com
No comments:
Post a Comment